SD PLUS AN-NAHDLAH GONDANG

SD PLUS AN-NAHDLAH

Dec 25, 2012

GURU MASIH MENGAJARKAN KEJUJURAN SEMU


“Kebenaran apa adanya itu selalu lebih baik daripada kebohongan yang paling dipoles pun” Ann Landers
Di awal tahun pelajaran di sebuah sekolah, guru mengadakan kontrak belajar dengan siswa di kelas. Salah satu kesepakatan adalah datang tepat waktu di jam pertama. Kalau ada siswa datang  setelah guru ada di kelas maka siswa tidak diperkenankan masuk. Itu artinya siswa dan guru harus masuk kelas itu bersama-sama. 
Suatu pagi  semua siswa datang tepat waktu. Sepuluh menit kemudian si guru baru datang. Para siswa tidak ada yang berani mengingatkan guru tentang kesepakatan itu karena tidak berani atau menganggap bahwa menegur guru itu tidak sopan. Di hari berikutnya, ketika bel jam pertama berbunyi, belum semua siswa berada di kelas. Beberapa menit kemudian si guru menyusul masuk kelas. Setelah guru itu berada di kelas, beberapa siswa yang lain baru datang dan mengetuk pintu untuk dizinkan masuk. Apa yang terjadi? Si guru bilang “ maaf, karena saya datang lebih dulu darpada kalian, maka kalian tidak diperkenankan masuk dan tunggu sampai pelajaran saya selesai.”
Pernakah kita sebagai guru melakukan atau mendapatkan hal seperti itu? Melihat yang demikian, kalau mau, siswa bisa saja protes pada guru itu bahwa dia telah menerapkan ketidakjujuran dan ketidakadilan terhadap siswanya, dan sebenarnya guru itu juga sudah tidak jujur pada dirinya sendiri.
Suatu hari seorang guru dengan wajah dingin dan agak kaku masuk kelas  dan terlambat sekitar 15 menit. Setelah mengucap salam dan dibalas oleh semua siswa yang sudah menunggu kehadirannya, guru itu bertanya, “apakah kalian sudah berdoa?” serentak semua siswa menjawab “Beluum…”. Dengan wajah diangkat dan suara agak keras guru itu berkata, “Kalian ini bagaimana, masak sudah masuk sejak tadi kok belum berdoa? Masak berdoa harus disuruh, dingatkan guru, ini kan tugas kamu setiap pagi! Awas kalau besok diulangi lagi, ibu tidak akan masuk kelas ini!
Pernahkah kita sebagai guru melakukan hal seperti itu? Kalau mau jujur sebenarnya bisa saja siswa itu protes kepada sang guru yang sudah datang terlambat dan kemudian memarahi siswanya. Tetapi yang terjadi adalah guru yang memarahi siswanya karena belum berdoa. Mungkin saja siswa itu tidak berdoa sebelum gurunya datang dan akan berdoa bersama-sama dengan gurunya. Siapa sebenarnya yang sudah mengajarkan kejujuran? Guru tersebut karena mengajarkan anak-anaknya di kelas untuk datang tepat waktu kemudian berdoa atau siswa yang sudah berbuat jujur dengan menjawab “belum” ketika sang guru bertanya apakah anak-anak sudah berdoa sebelum guru itu masuk kelas?
Setelah pembelajaran berjalan beberapa tatap muka, guru mengumumkan jadwal ulangan harian dan materinya. Ketika hasil ulangan diketahui banyak siswa yang gagal atau mendapatkan nilai di bawah KKM. Apa yang dikatakan guru itu kepada siswanya? “mengapa nilai kalian jelek semua? Apakah ada materi yang belum diajarkan? Apakah kalian tidak memperhatikan pelajaran saya? Atau kalian tidak belajar? Dan sejumlah pertanyaan lain yang tidak dijawab oleh siswa karena siswa bingung harus menjawab pertanyaan yang mana.
Pernahkah kita melakukan hal tersebut kepada siswa-siswa kita? Apa betul semua materi sudah diberikan? Apa betul siswa tidak memperhatikan pelajaran? Pernahkah kita sebagai guru jujur dan menyadari bahwa kita membuat soal ulangan tidak didahului membuat kisi-kisi, telaah soal, atau menentukan  ranah seperti  yang diajarkan Bloom? Pernahkah kita menganalisis cara mengajar kita apakah sudah sesuai dengan gaya belajar siswa? Atau mengajar kita sama sekali jauh dari PAKEM? Mengapa hanya siswa yang menjadi kambing hitam. Kapan kita sebagai guru menjadi kambing hitam?
Kalau setiap hari siswa mendapat pelajaran ketidakjujuran seperti di atas selama dia belajar di sekolah itu, sudah berapa macam ketidakjujuran itu yang secara tidak langsung tertanam pada diri siswa dari banyak guru selama bertahun-tahun.
Semunya kejujuran
Menurut Bejo Suyanto, Kejujuran itu bagian dari etika. Karena orang yang jujur adalah orang yang tingkah lakunya memenuhi etika yang berlaku di masyarakat. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Etika atau moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku manusia.
Pemikiran-pemikiran tidak jujur bisa menuntun kita pada perbuatan-perbuatan tidak jujur. Sadar atau tidak seringkali kita menutupi kebenaran. Kita sering berbuat tidak jujur tetapi kita tidak jujur mengatakan ketidakjujuran kita itu kepada orang lain, kita sering melihat ketidakjujuran dilakukan orang lain tapi kita diamkan saja seolah-olah kita tidak tahu. Sadar atau tidak, kita telah mengajarkan kujujuran semu di tempat kita bekerja lebih khusus lagi di kelas tempat siswa mendapatkan pengalaman hidup untuk diterapkan pada masa yang akan datang.
Peribahasa mengatakan “Buah Jatuh tidak jauh dari pohonnya” yang berarti perbuatan anak tidak jauh berbeda dari perbuuatan orang tuanya.
Di banyak kesempatan yang berkaitan dengan pendidikan, seringkali guru mengatakan kepada wali siswa atau siswa itu sendiri bahwa guru adalah “orang tua” para siswa di sekolah dan ayah/ ibu mereka (siswa) adalah orang tua di rumah. Sudah menjadi hukum alam bahwa orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya. Ketika orang tua dan guru memberikan teladan atau contoh yang baik maka anak-anak akan mencontoh kebaikan itu. Sebaliknya jika orang tua dan guru itu memberikan pelajaran yang tidak baik bisa jadi anak-anak akan meniru ketidakbaikan itu.
Hampir setiap hari setiap saat kita disuguhi banyak berita, baik dari media massa cetak seperti surat kabar dan media massa elektronik seperti radio dan televisi yang memberitakan terjadinya korupsi, penipuan, penyimpangan di kalangan bawah sampai kalangan birokrasi yang mengurus negara yang mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.
Jangan-jangan munculnya perilaku kejahatan,  penyimpangan, penipuan yang dilakukan banyak orang yang diberitakan itu kita ikut andil di dalamnya. Karena pelaku kejahatan, korupsi, penyimpangan di atas dilakukan oleh orang-orang yang pernah duduk di bangku sekolah. Sebagaimana yang terukir dalam peribahasa itu, kita (guru) sebagai orang tua siswa di sekolah setiap hari, sadar atau tidak, telah mengajarkan kejujuran semu kepada siswa seperti contoh cerita di atas. Kalau itu kemudian kita sadari berarti kita telah melakukan dosa berjamaah.
Guru, sebagai bagian dari lembaga pendidikan , dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu, efektif, dan efisien tentu diperlukan segudang nilai-nilai universal yang dapat dilakukan bersama. Hidup dan bekerja dengan menjunjung tinggi  nilai-nilai luhur agama dan bangsa sebenarnya sudah kita pahami bersama karena secara hukum alam kita dilahirkan sebagai manusia yang fitrah. Maka sudah barang tentu pendidikan merupakan benteng yang kokoh untuk menanamkan nilai-nilai pada siswa.
Sebagai penutup, kalau kita menyadari bahwa selama ini kita sebagai guru telah menanamkan kejujuran semu pada siswa-siswi kita, ada baiknya kita mengingat pesan Aak Gym ( KH. Abdullah Gymnastiar) untuk mengubah diri kita menjadi lebih baik dari kemarin dengan 3 M yaitu melakukan kejujuran Mulai dari hal terkecil, Mulai dari diri kita sendiri, dan Mulai sekarang juga. Dan yang tak kalah penting adalah mohon ampun pada Dzat yang menghidupkan kita serta mohon petunjuk pada-Nya. Amin.
sumber mawar.guru-indonesia.ne