SD PLUS AN-NAHDLAH GONDANG

SD PLUS AN-NAHDLAH

Jan 27, 2013

Pengembangan Kurikulum dan Kebangkitan Sekolah Islam Unggul

PENGEMBANGAN mendasar yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam kaitannya dengan penyelenggaran pembelajaran di sekolah adalah upaya "desentralisasi kurikulum", yakni kurikulum yang berbasis kekhasan masing-masing sekolah. Selama ini, jika GBPP kurikulum dibentuk secara sentralistis, maka sekarang setiap sekolah berhak mengembangkan kurikulumnya sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang ada di sekolah. Karena itu, pihak sekolah seharusnya beraprisiasi secara kritis, kreatif dan adaptif.

Selanjutnya, pengelola sekolah dapat menjabarkan acuan kurikulum yang di buat oleh pusat yang bersifat generik itu sesuai dengan kondisi kultural sekolah. Pihak sekolah jauh lebih memahami kondisi masing-masing. Karena itu, perlu diberdayakan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), guna melakukan pembahasan dalam rangka pembenahan kurikulum di tiap-tipa sekolah. Perkumpulan kepala sekolah bisa dalam lingkup wilayah, daerah atau gugus sekolah, yang berfungsi sebagai sarana komunikasi, konsultasi dan tukar pengalaman. Pendekatan demikian ini disebut bottom-up, pengambilan inisiatif dilakukan dengan cara partisipasif dari bawah. Dari perencanaan kurikulum sampai pelaksanaannya tercermin dari sifat otonom sekolah itu sendiri (Mulyasa, 2002:31-33).

Pembenahan kurikulum di masing-masing sekolah dapat dilakukan melalui pendekatan school-building. Suatu pendekatan yang melibatkan personel yang lebih luas, yang lebih bersifat responsif terhadap kebutuhan siswa lokal, dan memperbaiki kesempatan untuk perubahan kurikulum yang diajukan untuk diimplementasikan dalam ruang kelas.

Pendekatan school-building, diperlukan untuk pembenahan kurikulum yang efektif. Kepala sekolah harus banyak memberikan kontribusi terhadap program kurikulum. Untuk melihat pembenahan suatu kurikulum nampaknya sangat memerlukan sebuah evaluasi terlebih dahulu. Secara konseptual untuk membantu evaluasi tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa pertanyaan berikut ini:

1. Sudahkah sekolah menerapkan dengan gamblang, menurut definisi operasional, tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan?
2. Apakah mata pelajaran dalam kurikulum membantu untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah?
3. Apakah kurikulum yang komprehensif seharusnya memenuhi kebutuhan seluruh siswa?
4. Apakah kurikulum merefleksikan kebutuhan dan harapan masyarakat, seperti halnya kebutuhan siswa?
5. Apakah isi dari kurikulum dipersiapkan untuk pengembangan sikap-sikap dan nilai-nilai siswa, termasuk pengetahuan dan keahlian?
6. Apakah materi-materi kurikulum layak bagi minat dan kemampuan siswa?
7. Apakah tujuan pendidikan pada tiap-tiap materi dalam kurikulum disampaikan dengan gambalang dan didefinisikan secara operasional?

Pertanyaan-pertanyaan di atas, seperti yang dikemukakan Gorton (1976: 236-239) dapat diajuakan untuk pembenahan kurikulum sekolah oleh semua kalangan yang termasuk di dalamnya guru, kepala sekolah, komite sekolah, dewan pendidikan, dan komisi pendidikan di sekolah. Dengan begitu, pembenahan kurikulum yang dilakukan oleh lembaga sekolah dapat menyesuaikan dengan tuntutan dari stakeholders dan masyarakat luas. Sehingga antara sekolah dan masyarakat sama-masa memiliki tujuan dan cita-cita yang sama untuk mewujudkan harapan dan keinginan dari semua pihak.

Sekolah Islam Unggulan

Salah satu perkembangan yang sangat mengembirakan dewasa ini dalam masyarakat muslim Indonesia adalah munculnya sekolah Islam unggulan. Sekolah unggulan nampaknya memiliki karakteristik pada pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dan sekaligus ada penekanan pada religiusitas dan kesalehan melalui materi pelajaran keislaman.
Dalam perspektif sejarah, merebaknya sekolah unggulan Islam merupakan salah satu refleksi atas kelangkaan ulama, pemimpin dan ilmuan. Suatu masalah yang banyak dibicarakan masyarakat Indonesia, terutama karena telah meninggalnya ulama tua/senior. Berkembangnya sekolah unggulan Islam dimaksudkan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan sinergis di bidang Imtak dan Iptek (Sinergi, 1998).

Jadi, dilihat dari kesejarahannya sejak tahun 1980-an pendidikan Islam sedang menghadapi dua tantangan, yakni pertama, kemanjuan ilmu pengetahuan dan teknologi-informasi sebagaimana kata Alvin Toffler, dalam bukunya The Trird Wave (1980). Kedua, umat Islam sedang/akan mengalami suatu krisis kader ulama di masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim seperti ini, kedua aspek ini ibarat sekeping mata uang yang sulit dipisahkan dari tujuan pendidikan Islam.

Di samping masalah pertama dan kedua, juga karena rasa keprihatinan terhadap mutu pendidikan Islam yang rata-tara masih rendah. Opini lama yang sempat muncul kepermukaan adalah banyaknya orang tua muslim yang tidak percaya kepada sekolah Islam. Sehingga mereka banyak yang menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah Missionaris, baik Katolik maupun Protestan, yang sejak aman Belanda telah dan hingga sekarang masih dikenal dengan kualitasnya yang baik (Azra, 1998: 80-81). Melalui kepritinan inilah akhirnya banyak pihak untuk mengusulkan supaya pendidikan Islam mendirikan sebuah sekolah unggulan Islam.

Saat ini, kesadaran orangtua muslim sudah mulai percaya kepada sekolah Islam/madrasah unggulan. Karena sekolah atau madrasah tersebut menawarkan bermutu memberikan prospek yang pasti bagi anak-anak mereka untuk melanjtkan pendidikan hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Lebih lanjut, orangtua muslim percaya lingkungan madrasah dan sekolah elit Islam lebih aman dibandingkan dengan lingkungan sekolah umum. Misalnya, jarang terjadi ada tawuran antar siswa di sekolah atau madrasah elit Islam.

Dalam perspektif ekonomi dan sosiologis, munculnya sekolah unggulan Islam diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh internal umat Islam sendiri yakni keprihatinan terhadap mutu pendidikan Islam yang rendah dan sekaligus memberi solusi terhadap tantangan Iptek dan Imtak. Sebagai sekolah elit, mereka kebanyakan merebak di daerah perkotaan. Dan jika dilihat dari kaca mata ekonomi dan sosiologi, sekolah elit memang pangsa pasarnya adalah anak-anak dari orangtua yang taraf penghidupannya sudah relatif mapan. Sehingga hubungan antara sekolah unggulan Islam dengan masyarakat terdapat titik kesamaan yaitu unsur budaya kelas tinggi.

Secara finansial, sekolah unggulan Islam relatif mahal, hanya terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke atas. Secara sosiologis hal ini ada korelasi mengapa sekolah unggulan Islam itu tergolong cepat berkembang dan membanggakan, karena secara finalsial bagi sekolah unggulan Islam tidak lagi ada masalah. Sebut saja misalnya; Sekolah al-Azhar yang berada di Kawasan Kebayoran Baru, Lembaga Pendidikan Islamic Village berada di Tangerang, SMU Madania berada di Parung Bogor, Sekolah Pendidikan Pelita Harapan di Tangerang, SMA Darul Ulum di Jombang, MIN Malang dan seterusnya.

Namun akhirnya sebagian orang menyoroti sekolah unggulan Islam adalah sekolah untuk diskriminasi (sinergi, 1998). Terlepas dari kelebihannya, sekolah unggulan Islam tetap masih menyimpan tanda tanya besar bagi kelangsungan generasi masa depan.

*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang

Sumber Bacaan
Azra, Azyumardi, 1999: Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju mellinium Baru, Jakarta: Logos.
Hasbullah, 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: Rajawali Press.
Gorton, Richard A., 1978. School Administration Challenge and Opportunity for leadership, Dubuque, Lowa: Wm.C. Brown Company P.
Mas'ud, Abdurrahman, dkk., 2002. Dinamika Pesantren dan Madrsah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mastuhu, 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Logos.
Muhaimin, et.al. 2001. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Rosda.
Mulkhan, Abdul Munir, dkk., 1998. Religiusitas Iptek, Rekonstruksi Pendidikan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementas,Bandung: Rosda.
Sinergi (Jurnal Populer Sumberdaya Manusia), No. 1 Volume I Januari-Maret 1998.


sumber : http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2655:pengembangan-kurikulum-dan-kebangkitan-sekolah-islam-unggul&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210